BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Luka
bakar merupakan salah satu rasa nyeri yang sangat hebat yang pernah/dapat
dialami seseorang yaitu rasa nyeri yang diakibatkan oleh terbakar. Sewaktu luka
bakar terjadi, terjadi rasa sakit yang sangat hebat karena ujung-ujung dari
saraf rusak sehingga menimbulkan perasaan sakit yang terus menerus. Luka bakar
dapat disebabkan oleh panas, kimia, listrik, cahaya, atau radiasi. Luka bakar
menjadi penting karena dapat menyebabkan kematian.
Beberapa
karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda.
Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi) dan anatomi luka bakar.
Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke
jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada
luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh
cairan yang panas (scald burn) mempunyai
perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang
disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan
kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik
(elektrik) atau percikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan
resiko infeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang
sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi
kerja klien dan memerlukan teknik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada
tubuh yang lain.
Selain
teknik pengobatan dan perawatan luka bakar yang baik, pasien luka bakar juga
membutuhkan nutrisi yang baik untuk mendukung penyembuhannya. Gangguan nutrisi
pada pasien yang dirawat dapat disebabkan karena keadaan penyakit penderita
atau dapat juga disebabkan kurangnya perhatian petugas kesehatan. Menurut pakar
ahli gizi sekitar 75 persen status gizi pasien yang dirawat di rumah sakit
mengalami penurunan. Karena itu pelayanan gizi pasien, khususnya bagi penderita
luka bakar, yang dirawat di rumah sakit perlu dilakukan secara dini agar dapat
dilakukan upaya pemberian nutrisi yang diperlukan.
Pemberian
nutrisi pun bukan sekadar memberi makan, tetapi juga harus memperhatikan
kebutuhan gizi penderita. Dengan demikian kerja sama antara dokter yang merawat
dengan ahli gizi amat diperlukan agar makanan yang dihidangkan sesuai dengan kebutuhan
penderita tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini, antara lain:
1. Apakah
luka bakar itu serta klasifikasinya?
2. Apakah
tujuan diet luka bakar?
3.
Apakah syarat diet dari
luka bakar?
4.
Apa jenis diet luka bakar?
BAB
II
GAMBARAN
UMUM LUKA BAKAR
A.
Definisi
Luka
bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah
RSUD Dr.Soetomo, 2001). Sedangkan menurut Moenajat (2001) luka bakar adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka
bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi
kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.
Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang
mengancam kehidupan.
B.
Etiologi
Panas
bukan merupakan satu-satunya penyebab dari luka bakar, beberapa jenis bahan
kimia dan arus listrik juga bisa menyebabkan terjadinya luka bakar. Panas atau
suhu yang tinggi ini bisa berasal dari gas, cairan dan bahan padat (solid) yang
mengalami eningkatan suhu. Biasanya bagian tubuh yang terbakar adalah kulit,
tetapi luka bakar juga bisa terjadi pada jaringan di bawah kulit, bahkan organ
dalam pun bisa mengalami luka bakar meskipun kulit tidak terbakar.
Sebagai
contoh, meminum minuman yang sangat panas atau zat kaustik (misalnya asam) bisa
menyebabkan luka bakar pada kerongkongan dan lambung. Menghirup asap dan udara
panas akibat kebakaran gedung bisa menyebabkan terjadinya luka bakar pada
paru-paru.
Selain
itu penyebab luka bakar yang lain adalah karena radiasi dan sengatan listrik.
Luka bakar listrik bisa disebabkan oleh suhu diatas 49820
Celsius, yang dihasilkan oleh suatu arus listrik yang mengalir dari sumber
listrik ke dalam tubuh manusia.
Resistensi
(kemampuan tubuh untuk menghentikan atau memperlambat aliran listrik) yang
tinggi terjadi pada kulit yang bersentuhan dengan sumber listrik, karena itu
pada kulit tersebut banyak energi listrik yang diubah menjadi panas sehingga
permukaannya terbakar.
Luka
bakar listrik juga menyebabkan kerusakan jaringan dibawah kulit yang sangat
berat. Ukuran dan kedalamannya bervariasi dan bisa menyerang bagian tubuh yang
jauh lebih luas daripada bagian kulit yang terluka. Kejutan listrik yang luas
bisa menyebabkan kelumpuhan pada sistem pernafasan dan gangguan irama jantung
sehingga denyut jantung menjadi tidak beraturan.
Luka
bakar kimia bisa disebabkan oleh sejumlah iritan dan racun, termasuk asam dan
basa yang kuat, fenol dan kresol (pelarut organik), gas mustard dan fosfat.
C.
Patofisiologi
Luka
bakar mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh darah sehingga air,
klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang
dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock ( shock Hipovolemik )
merupakan komplikasi yang sering terjadi dimana manisfestasi sistemik tubuh terhadap kondisi
ini adalah :
1.
Respon
kardiovaskuiler
Perpindahan
cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler
mengakibatkan kehilangan natrium, air dan protein plasma, edema jaringan yang
diikuti dengan penurunan curah jantung serta hemokonsentrasi sel darah merah
dan penurunan perfusi pada organ mayor edema menyeluruh.
2.
Respon
Renalis
Dengan menurunnya volume intravaskuler
maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urine juga menurun
dan bisa berakibat gagal ginjal.
3.
Respon
Gastro Intestinal
Respon
umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal
ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta
respon endokrin terhadap adanya perlukaan yang luas.
4.
Respon
Imonologi
Kulit
merupakan mekanisme pertahanan terhadap organisme yang berasal dari luar.
Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk
kedalam luka.
D.
Klasifikasi
Luka Bakar
Untuk membantu mempermudah penilaian
dalam memberikan terapi dan perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan
penyebab, kedalaman luka, dan keseriusan luka, yakni :
1. Berdasarkan
penyebab
Ø Luka
bakar karena api
Ø Luka
bakar karena air panas
Ø Luka
bakar karena bahan kimia
Ø Laka
bakar karena listrik
Ø Luka
bakar karena radiasi
Ø Luka
bakar karena suhu rendah (frost bite).
2. Berdasarkan
kedalaman luka bakar
a. Luka
bakar derajat I
Ø Kerusakan
terjadi pada lapisan epidermis
Ø Kulit
kering, hiperemi berupa eritema
Ø Tidak
dijumpai bulae
Ø Nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
Ø Penyembuhan
terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka
bakar derajat II
Ø Kerusakan
meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses
eksudasi.
Ø Dijumpai
bulae.
Ø Nyeri
karena ujung-ujung saraf teriritasi.
Ø Dasar
luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit
normal.
Luka bakar derajat II
ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
Ø Derajat
II dangkal (superficial)
· Kerusakan
mengenai bagian superfisial dari dermis.
· Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
· Penyembuhan
terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Ø Derajat
II dalam (deep)
· Kerusakan
mengenai hampir seluruh bagian dermis.
· Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh.
· Penyembuhan
terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka
bakar derajat III
Ø Kerusakan
meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
Ø Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami
kerusakan.
Ø Tidak
dijumpai bulae.
Ø Kulit
yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih rendah
dibanding kulit sekitar.
Ø Terjadi
koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
Ø Tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan/kematian.
Ø Penyembuhan
terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
3. Berdasarkan
tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan
luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu :
a. Luka
bakar mayor
Ø Luka
bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada
anak-anak.
Ø Luka
bakar fullthickness lebih dari 20%.
Ø Terdapat
luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
Ø Terdapat
trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya
luka.
Ø Terdapat
luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka
bakar moderat
Ø Luka
bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.
Ø Luka
bakar fullthickness kurang dari 10%.
Ø Tidak
terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
c. Luka
bakar minor
Luka bakar minor seperti yang
didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah :
Ø Luka
bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada
anak-anak.
Ø Luka
bakar fullthickness kurang dari 2%.
Ø Tidak
terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
Ø Luka
tidak sirkumfer.
Ø Tidak
terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
BAB III
PELAYANAN GIZI PADA
LUKA BAKAR
A.
Tujuan
Diet Luka Bakar
Tujuan
diet luka bakar adalah untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terjadinya
gangguan metabolik serta mempertahankan status gizi secara optimal selama
proses penyembuhan, dengan cara :
1. Mengusahakan
dan mempecepat penyembuhan jaringan yang rusak
2. Mencegah
terjadinya keseimbangan nitrogen yang negatif
3. Memperkecil
terjadinya hiperglikemia dan hipergliseridemia.
4. Mencegah
terjadinya gejala-gejala kekurangan zat gizi mikro.
B.
Syarat
dan Prinsip Diet pada Luka Bakar
Syarat-syarat
diet luka bakar adalah:
1. Memberikan
makanan dalam bentuk cair sedini mungkin atau Nutrisi Enteral Dini (NED).
2. Kebutuhan
energi dihitung dengan pertimbangan kedalaman dan luas luka bakar yaitu:
a. Menurut
Curreri : 25 kkal/kg BB aktual + 40 kkal x % luka bakar
b. Menurut
Asosiasi Dietetik Australia berdasarkan % luka bakar. (Tabel 3.1)
Tabel 3.1 Kebutuhan
energi sehari berdasarkan persen luka bakar
Luka Bakar (%)
|
Kebutuhan Energi
(kkal)
|
<10
11-20
21-30
31-50
> 50
|
1,2
x AMB
1,3
x AMB
1,5
x AMB
1,8
x AMB
2,0
x AMB
|
Sumber:
Handbook No. 6 Principles of Nutritional Management of Disorders. JADA, 1990.
3. Protein
tinggi, yaitu 20-25 % dari kebutuhan energi total.
4. Lemak
sedang, yaitu 15-20 % dari kebutuhan energi total. Pemberian lemak yang tinggi
menyebabkan penundaan respon kekebalan sehingga pasien lebih mudah terkena
infeksi.
5. Karbohidrat
sedang yaitu 50-60 % dari kebutuhan energi total. Bila pasien mengalami trauma
jalan napas (trauma inhalasi), karbohidrat diberikan 45-55 % dari kebutuhan
energi total.
6. Vitamin
diberikan diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan, untuk membantu
mempercepat penyembuhan. Vitamin umumnya ditambahkan dalam bentuk suplemen.
Kebutuhan beberapa jenis vitamin adalah sebagai berikut:
a. Vitamin
A minimal 2 kali AKG
b. Vitamin
B minimal 2 kali AKG
c. Vitamin
C minimal 2 kali AKG
d. Vitamin
E 200 SI
7. Mineral
tinggi, terutama zat besi, seng ,natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan
magnesium. Sebagian mineral diberikan dalam bentuk suplemen.
8. Cairan
tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan dan elektrolit secara
intensif. Pada 48 jam pertama, pemberian cairan ditujukan untuk mengganti
cairan yang hilang agar tidak terjadi shock.
Sedangkan
prinsip diet untuk luka bakar antara lain :
1. Kebutuhan
kalori dapat dihitung dengan menggunakan rumus Ireton-Jones, sementara
kebutuhan proteinnya dapat diperkirakan berdasarkan rasio kalori terhadap
nitrogen atau jumlah protein yang dibutuhkan pada masing-masing keadaan.
2. Terapi
imunonutrisi dapat dilakukan dengan memberikan suplemen preparat enteral yang
mengandung glutamin, arginin, dan asam lemak omega 3. Glutamin dan arginin
merupakan asam-asam amino yang dalam keadaan sehat tergolong non-esensial
tetapi pada keadaan stres berat akan menjadi asam-asam amino esensial. Kadar
glutamin dan arginin yang memadai akan mengendalikan respon inflamasi dan
mempercepat proses penyembuhan.
3. Pemberian
cairan dilakukan berdasarkan jumlah darah yang hilang dengan ditambah jumlah
keluar urine serta feses dan insensible
waterloss.
4. Pemberian
suplemen vitamin dan mineral diperlukan pada trauma, luka bakar dan pembedahan.
Vitamin C dengan takaran 500-1000 mg/hari diperlukan untuk pembentukan kolagen
bagi proses kesembuhan luka yang optimal.
C.
Jenis
Diet dan Indikasi Pemberian pada Luka Bakar
1.
Diet
Luka Bakar I
Diet Luka Bakar I diberikan pada pasien
luka bakar berupa cairan Air Gula Garam Soda (AGGS) dan Makanan Cair Penuh dengan
pengaturan sebagai berikut :
a. 0-8
jam pertama sampai residu lambung kosong diberi AGGS dan Makanan Cair Penuh ½
kkal/ml, dengan cara drip (tetes)
dengan kecepatan 50 ml/jam.
b. 8-16
jam kemudian, jumlah energi per ml ditingkatkan menjadi 1 kkal/ml dengan
kecepatan yang sama.
c. 16-24
jam kemudian, apabila tidak kembung dan muntah, energi ditingkatkan menjadi 1
kkal/ml dengan kecepatan 50-75 ml/menit. Diatas 24 jam bila tidak ada keluhan
kecepatan pemberian makanan dinaikkan sampai dengan 100 ml/menit.
d. Apabila
ada keluhan kembung dan mual, AAGS dan Makanan Cair Penuh diberikan dalam
keadaan dingin. Apabila muntah, pemberian makanan dihentikan selama 2 jam.
2.
Diet
Luka Bakar II
Diet
Luka Bakar II merupakan perpindahan dari Diet Luka Bakar I, yaitu diberikan
segera setelah pasien mampu menerima cairan AGGS dan Makanan Cair Penuh dengan
nilai energi 1 kkal/ml, serta sirkulasi cairan tubuh normal.
Cara pemberiannya sebagai berikut :
a.
Bentuk makanan
disesuaikan dengan kemampuan pasien, dapat berbentuk cair, saring, lumat,
lunak, atau biasa.
b.
CairanAGGS, tidak
terbatas.
c.
Bila diberikan dalam
bentuk cair, frekuensi pemberian 8 kali sehari. Volume setiap kali pemberian
disesuaikan dengan kemampuan pasien, maksimal 300 ml.
d.
Bila diberikan dalam bentuk
saring, frekuensi pemberian 3-4 kali sehari dan dapat dikombinasikan dengan Makanan
Cair Penuh untuk memenuhi kebutuhan gizi.
e.
Bila diberikan dalam
bentuk lunak atau biasa, frekuensi pemberian disesuaikan dengan kemampuan
pasien sehingga asupan zat gizi terpenuhi.
D.
Preskripsi
Diet (Penetapan Diet)
1. Pemberian
makanan dapat dimulai sesudah fase akut terlewati dan aliran darah ke saluran
cerna kembali normal. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan diserap
seperti larutan hidrat arang (maltodextrin)
2. Pilih
bahan makanan yang mudah dilumatkan, seperti :
Ø Ikan
sebagai sumber protein hewani,
Ø Tahu
atau tempe sebagai sumber protein nabati
Ø Sayur
dan buah yang mudah dilumatkan seperti : wortel, labu siam, lobak, pepaya,dll
3. Pemberian
susu kedelai, kacang merah dan kacang hijau dapat dianjurkan untuk memberikan
glutamin dan arginin yang banyak terdapat di dalam produk kacang-kacangan,
khususnya kacang merah. Minyak ikan yang kaya akan vitamin A dan asam lemak
omega 3 dapat pula diberikan sementara minyak zaitun yang merupakan sumber asam
lemak omega 9 dapat pula dimakan mentah sebagai campuran susu atau formula
enteralnya.
4. Gunakan
susu skim untuk menambah kandungan protein dalam sereal, sup, dll. Jangan
gunakan santan sebagai bahan untuk menggurihkan makanan karena santan terutama
yang kental kaya akan asam lemak jenuh
5. Minum
banyak air untuk mengencerkan darah. Misalnya 1 gelas air mineral setiap 2 hingga
3 jam sekali dan minum setiap kali terbangun untuk buang air kecil pada malam
hari
6. Untuk
menghindari keletihan setelah sembuh dari trauma, luka bakar atau pembedahan,
kepada pasien dapat dianjurkan agar makan sedikit-sedikit tetapi sering.
E.
Bahan
Makanan Sehari serta Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
1. Bahan
Makanan Sehari
a. Bentuk
Cair
Diberikan
dalam bentuk Makanan Cair Penuh, yaitu Formula Rumah Sakit (FRS) dan Formula
Komersial (FK).
b. Bentuk
Saring
Diberikan
dalam bentuk Makanan Saring, yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Bahan
Makanan Sehari (Makanan Cair)
Bahan
Makanan
|
Berat
(gr)
|
URT
|
Tepung
Beras
Maizena
Telur
Ayam
Daging
sapi
Tahu
Kacang
Hijau
Pepaya
Margarin
Santan
Gula
Pasir
Gula
Merah
Susu
|
90
15
50
100
100
25
300
10
100
60
50
500
|
15
sdm
3
sdm
1
btr
2
ptg sdg
1
bh bsr
2
½ sdm
3
ptg sdg
1
sdm
½
gls
6
sdm
5
sdm
2
½ gls
|
Sumber : Penuntun Diet,
ed. baru. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia, 2006
Makanan
ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:
Ø Pukul
10.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
Ø Pukul
16.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
Ø Pukul
21.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
Ø Pukul
05.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
c. Bentuk
Lunak
Diberikan
dalam bentuk Makanan Lunak, yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Bahan
Makanan Sehari (Makanan Lunak)
Bahan Makanan
|
Berat (gr)
|
URT
|
Beras
Daging
Telur
Ayam
Tempe
Kacang
Hijau
Sayuran
Buah
Pepaya
Gula
Pasir
Minyak
Susu
|
250
100
50
100
25
200
200
50
25
200
|
5
gls nasi tim
2
ptg sdg
1
btr
4
ptg sdg
2
½ sdm
2
gls
2
ptg sdg
5
sdm
2
½ sdm
1
gls
|
Sumber : Penuntun Diet,
ed. baru. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia, 2006
Makanan
ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:
Ø Pukul
10.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
Ø Pukul
16.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
Ø Pukul
21.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
Ø Pukul
05.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
d. Bentuk
Biasa
Diberikan
dalam bentuk Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (Diet ETPT), yang dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Bahan
Makanan yang Ditambahkan
pada Makanan Biasa (Diet ETPT)
Bahan
Makanan
|
ETPT I
|
ETPT II
|
||
Berat (gr)
|
URT
|
Berat (gr)
|
URT
|
|
Susu
Telur
Ayam
Daging
Formula
Komersial
Gula
Pasir
|
200
50
50
200
30
|
1
gls
1
btr
1
ptg sdg
1
gls
3
sdm
|
400
100
100
200
30
|
2
gls
2
btr
2
ptg sdg
1
gls
3
sdm
|
Sumber : Penuntun Diet,
ed. baru. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia, 2006
Bila
pasien tidak dapat menghabiskan porsi makanan biasa, maka frekuensi makan dapat
ditambah menjadi 4 kali makanan utama. Jadwal makanan adalah sebagai berikut:
Ø Pukul
08.00 : Makan Pagi
Ø Pukul
10.00 : Selingan
Ø Pukul
13.00 : Makan Siang
Ø Pukul
16.00 : Selingan
Ø Pukul
18.00 : Makan Malam I
Ø Pukul
21.00 : Makan Malam II
Ø Pukul
05.00 : Selingan
2. Bahan
Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Ø Bahan
makanan yang dianjurkan merupakan semua bahan makanan sumber energi dan protein
seperi susu, telur, daging, ayam, dan keju, serta gula pasir, dan sirup.
Ø Bahan
makanan yang tidak dianjurkan yaitu bahan makanan hiperalergik seperti udang.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Luka
bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi
kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Luka
bakar perlu ditangani secara saksama untuk mencegah kejadian yang mengancam
jiwa. Prinsip utama penanganan luka bakar, menurut situs burn survivors online,
meliputi pengurangan rasa sakit, mencegah infeksi, menyeimbangkan cairan dan
elektrolit tubuh, serta asupan gizi yang baik.
Diet
pada luka bakar bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terjadinya
gangguan metabolik serta mempertahankan status gizi secara optimal selama
proses penyembuhan.
B.
Saran
1. Pengaturan
diet sangat dibutuhkan oleh penderita luka bakar untuk memastikan kebutuhan
energinya tercukupi.
2. Respons
metabolik pada luka bakar mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit,
keseimbangan nitrogen negatif serta kehilangan berat badan yang cepat. Dengan
demikian energi dan protein pengganti pun perlu diberikan secepatnya.
3. Pemberian
makanan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pasien. Bisa melalui sonde,
disajikan bubur halus, kasar, tim, ataupun nasi. Cara pemberiannya pun
sebaiknya bertahap dari porsi kecil hingga sesuai dengan kebutuhan penderita.
4. Penanganan
luka dan diet sebaiknya dilakukan di rumah sakit agar lebih terkontrol dan
untuk menghindari dampak lebih fatal pascakebakaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Instalasi Gizi PERJAN RS Dr. Cipto
Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. 2006. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hartono, Andry. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. 2000.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Arisandi, Defa, A.Md.Kep. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Luka
Bakar (Combustio). http://fadlie.web.id