Monday, 2 April 2012

PRAKTIKUM GIZI : PENGUKURAN ANTROPOMETRI

Posted by auliya-0210 at 9:11 am

A.   TUJUAN
1.    Untuk menentukan status gizi perseorangan dengan menetukan Indeks Massa Tubuh (IMT), Waist to Hip Ratio (WHR), Lingkar Lengan Atas (LILA), dan Tebal Lipatan Kulit (TLK).

B.   DASAR TEORI
Pengertian antropometri dari sudut pandang gizi telah banyak diungkapkan oleh para ahli, salah satunya adalah Jelliffe (1996) mengungkapkan bahwa:
Nutritional anthtropometry is measurement of the variations of the physical dimensions and the gross composition of the human body at different age levels and degree of nutrition”.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Berbagai jenis ukuran tubuh dalam antropometri antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar pinggang, lingkar panggul, lingkar lengan atas dan tebbal lemak di bawah kulit.
Adapun syarat-syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah:
1.    Alatnya mudah didapat dan digunakan.
2.    Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.
3.    Pengukuran bukan hanya dilakukan oleh tenaga khusus profesional, tetapi juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
4.    Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan lainnya.
5.    Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut off points) dan baku rujukan yang sudah pasti.
6.    Secara ilimiah diakui kebenarannya. Hmpir semua negara menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat, khususnya penapisan (screening) status gizi. Hal ini dikarenakan antropometri diakui kebenarannya secara ilmiah.
Dengan memperhatikan faktor-faktor diatas, maka di bawah ini merupakan keunggulan antropometri gizi, yaitu:
1.    Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.
2.    Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat.
3.    Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat.
4.    Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.
5.    Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
6.    Umumnya dapat mengidentifikaasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas.
7.    Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya.
8.    Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
Namun disamping keunggulan tersebut, penentuan status gizi secara antropometri juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
1.    Tidak sensitif. Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti Zinc dan Fe (zat besi).
2.    Faktor di luar gizi (penyakit, geneik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
3.    Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
a.    Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, akan menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month).
b.    Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperi dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badann dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan obat dan makanan.
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat dan protein otot menurun.
Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Sedangkan adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi.
c.    Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di samping itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan pada umumnya dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Microtoice yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.
d.    Lingkar Lengan Atas
Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi, antara lain:
·      Baku lingkar lengan atas yang dugunakan sekarang belum mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat bedan menurut umur atau berat menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di pihak lain.
·      Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan pengukur)relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA daripada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada LILA dibandingkan dengan tinggi badan.
·      Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan.
Alat ukur yang digunakan merupakan suatu pita pengukur yang terbuat dari fiberglass atau jenis kertas tertentu berlapis plastik.
e.    Lingkar Pinggang dan Pinggul
Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan posisi pengukuran harus tepat. Perbedaan posisi penguuran akan memberikan hasil yang berbeda. Seidell, dkk (1987) memberikan petunjuk bahwa rasio lingkar pinggang dan pinggul untuk perempuan adalah 0,77 dan 0,90 untuk laki-laki.
f.     Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar (hidrosefalus) dan kepala kecil (mikrosefalus).
Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun pertama, akan tetapi besar lingkaran kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.
Dallam antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dalam menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur.
g.    Lingkar Dada
Pengukuran lingkar dada biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan lingkar dada adalah kurang dari 1. Hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada anak balita.
h.    Tebal Lemak di Bawah Kulit
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit(skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya padambagian lengan atas (biceps dan triceps), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), paha (suuprailiaca), tempurung lutut (suprapatellar), dan pertengahan tungkai bawah (medial calf).
  
C.   ALAT YANG DIGUNAKAN
1.    Timbangan Seca (mengukur berat badan)
2.    Microtoice (mengukur tinggi badan)
3.    Alat ukur tinggi lutut
4.    Pita LILA
5.    Pita Lingkar Pinggang
6.    Skinfold Caliper

D.   PROSEDUR PENGUKURAN
a.    Berat Badan
1.    Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal) serta tidak mengenakan alas kaki.
2.    Pastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0.
3.    Subjek berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan. Usahakan tetap tenang.
4.    Bacalah berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat.

b.   Tinggi Badan
1.    Subjek tidak mengenakan alas kaki, lalu posisikan subjek tepat di bawah Microtoice.
2.    Kaki rapat, lutut lurus, sedangkan tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding vertikal.
3.    Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu menyentuh dinding vertikal. Tangan dilepas ke samping badan dengan telapak tangan  menghadap paha.
4.    Mintalah subjek untuk menarik napas panjang dan berdiri tegak tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Usahakan bahu tetap santai.
5.    Tarik Microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara horisontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menarik napas maksimum, dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan.
6.    Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.

c.    Tinggi Lutut
1.    Objek duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk sudut 90o proximal hingga patella. Gunakan mistar siku-siku untuk menentukan sudut yang dibentuk.
2.    Letakkan alat ukur dengan dasar (titik 0) pada titik tengah lutut dan tarik hingga telapak kaki.
3.    Baca alat ukur hingga 0,1 cm terdekat.

d.   LILA
1.    Subjek diminta untuk berdiri tegak.
2.    Tanyakan kepada subjek lengan mana yang aktif digunakan. Jika yang aktif digunakan adalah lengan kanan, maka yang diukur adalah lengan kiri, begitupun sebaliknya.
3.    Mintalah subjek untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan yang tidak aktif digunakan.
4.    Untuk menentukan titik mid point lengan ditekuk hingga membentuk sudut 90o, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri di belakang subjek dan menentukan titik tengah antara tulang atas pada bahu dan siku.
5.    Tandailah titik tersebut dengan pulpen.
6.    Tangan kemudian tergantung lepas dan siku lurus di samping badan serta telapak tangan menghadap ke bawah.
7.    Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA menempel pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita.
8.    Catat hasil pengukuran pada skala 0,1 cm terdekat

e.    Lingkar Pinggang
1.    Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yag digunakan.
2.    Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang rileks.
3.    Letakkan alat ukur melingkari pinggang secara horisontal, dimana merupakan bagian terkecil dari tubuh. Bagi subjek yang gemuk, dimana sukar menentukan bagian paling kecil, maka daerah yang diukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan iliaca. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat.
4.    Lakukan pengukuran di akhir ekspresi yang normal dengan alat ukur tidak menekan kulit.
5.    Bacalah hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat.

f.     Lingkar Panggul
1.    Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan.
2.    Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada sisi tubuh dan kaki rapat.
3.    Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari panggul terlihat.
4.    Lingkarkan alat pengukur secara horisontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada sisi lainnya.
5.    Bacalah dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm tterdekat.

g.    Tebal Lipatan Kulit (Triceps dan Subscapular)
1.    Pegang Skinfold Caliper dengan tangan kanan.
2.    Untuk triceps, pengukuran dilakukan pada titik mid point sedangkan untuk subscapular, pengukur meraba scapula dan meencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata sampai menentukan sudut bawah scapula.
3.    Angkat lipatan kulit pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus arah kulit pada pengukuran triceps (ibu jari dan jari telunjuk menghadap ke bawah) atau ke arah diagonal untuk pengukuran subscapular.
4.    Jepit lipatan kulit tersebut dengan Caliper dan baca hasil pengukurannya dalam 4 detik penekanan kulit oleh Caliper dilepas.

E.    HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran antropometri yang dilakukan pada praktikum ini antara lain pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT), pengukuran lingkar pinggang dan panggul untuk menentukan WHR, tebal lemak di bawah kulit pada triceps dan subscapular untuk menentukan % lemak tubuh (%BF), pengukuran LILA, serta pengukuran tinggi lutut. Hasil yang diperoleh dari semua pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

No
Nama
BB (cm )
TB (cm)
LPi (cm)
LPa (cm)
Triceps
Sub-scapular
LILA (cm)
Tinggi Lutut (cm)
1.
Anna
44,7
148,1
60,3
86,1
25
15
24,1
46,5
2.
Asbianri
39,3
150,5
59,0
83,9
10
9
20,6
48,0
3.
Haryati
46,8
150,6
66,7
90,2
29
15
24,3
47,3
4.
Husnul
51,2
157,9
63,0
92,0
17
11
24,0
48,2
5.
Jurniati
52,6
157,2
68,0
90,0
21
23
26,0
55,0
6.
Ilham
56,9
161,9
64,5
87,5
6
9
25,1
51,5

Penentuan status gizi kemudian dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran di atas dalam perhitungan rumus untuk IMT, WHR, dan % BF. Hasil perhitungan untuk masing-masing subjek dijabarkan sebagai berikut:
a.    Anna (Subjek I)
·      IMT   =  BB (kg)
   (TB)2 (m)
=  44,7
  (1,481)2
=  44,7
    2,19
= 20,4
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
                     TB (wanita) =  (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
                                         =  (1,91 x 46,5) – (0,17 x 20) + 75,0
                                         =  88,8 – 3,4 + 75,0
                                         =  160,4
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT   =  44,7
            (1,6)2
         =  44,7
             2,57
         =  17,4
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Anna = 20,4. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek I termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,4 sehingga subjek termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat ringan.
·      WHR  =   LPi
   LPa
=   60,3
     86,1
=   0,70
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Anna = 0,70. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek I termasuk dalam kategori risiko low.
·      % BF  =  [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db  = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
       = 1.0897 – 0,00133 (25 + 15)
       = 1,0897 – 0,00133 (40)
       = 1,0897 – 0,0532
       = 1,0365
% BF  =  [(4,76 / 1,0365) – 4,28] x 100
          =  [4,59 – 4,28] x 100
          =  31 %
Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 31 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek I termasuk dalam kategori fat.
Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,1 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal.
b.    Asbianri (Subjek II)
·      IMT   =  BB (kg)
   (TB)2 (m)
=  39,3
  (1,505)2
=  39,3
    2,27
= 17,3
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (wanita)   =  (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
                     =  (1,91 x 48,0) – (0,17 x 22) + 75,0
                     =  91,68 – 3,74 + 75,0
                     =  162,94
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT   =   39,3
            (1,629)2
         =  39,3
             2,65
         =  14,8
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Asbianri = 17,3. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek II termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat ringan. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 14,8 sehingga subjek termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat berat.
·      WHR  =   LPi
   LPa
=   59
    83,9
=   0,70
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Asbianri = 0,70. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek II termasuk dalam kategori risiko low.
·      % BF  =  [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db  = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
       = 1.0897 – 0,00133 (10 + 9)
       = 1,0897 – 0,00133 (19)
       = 1,0897 – 0,0252
       = 1,0645
% BF  =  [(4,76 / 1,0645) – 4,28] x 100
          =  [4,47 – 4,28] x 100
          =  19 %
Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 19 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek II termasuk dalam kategori optimal.
Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 20,6 yang berarti subjek termasuk dalam kategori KEK (Kurang Energi Kronik).
c.    Haryati (Subjek III)
·      IMT   =  BB (kg)
   (TB)2 (m)
=  46,8
  (1,506)2
=  46,8
    2,27
= 20,6
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (wanita)   =  (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
                     =  (1,91 x 47,3) – (0,17 x 21) + 75,0
                     =  90,34 – 3,57 + 75,0
                     =  161,7
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT   =  46,8
            (1,617)2
         =  46,8
             2,62
         =  17,9
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Haryati = 20,6. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek III termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,9 sehingga subjek juga termasuk dalam kategori normal.
·      WHR  =   LPi
   LPa
=   66,7
     90,2
=   0,74
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Haryati = 0,74. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek III termasuk dalam kategori risiko moderate.
·      % BF  =  [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db  = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
       = 1.0897 – 0,00133 (29 + 15)
       = 1,0897 – 0,00133 (44)
       = 1,0897 – 0,0582
       = 1,0315
% BF  =  [(4,76 / 1,0315) – 4,28] x 100
          =  [4,64 – 4,28] x 100
          =  36 %
Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 36 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek III termasuk dalam kategori obesitas.
Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,3 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal.
d.    Husnul Hidayah (Subjek IV)
·      IMT   =  BB (kg)
   (TB)2 (m)
=  51,2
  (1,579)2
=  51,2
    2,49
= 20,6
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (wanita)   =  (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
                     =  (1,91 x 48,2) – (0,17 x 20) + 75,0
                     =  92,06 – 3,4 + 75,0
                     =  163,7
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT   =  51,2
            (1,637)2
         =  51,2
             2,68
         =  19,1
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Husnul = 20,6. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek IV termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 19,1 sehingga subjek juga termasuk dalam kategori normal. 
·      WHR  =   LPi
   LPa
=   63,0
     92,0
=   0,68
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Husnul = 0,68. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek IV termasuk dalam kategori risiko low.
·      % BF  =  [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db  = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
       = 1.0897 – 0,00133 (17 + 11)
       = 1,0897 – 0,00133 (28)
       = 1,0897 – 0,0372
       = 1,0525
% BF  =  [(4,76 / 1,0525) – 4,28] x 100
          =  [4,52 – 4,28] x 100
          =  24 %
Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 24 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek IV termasuk dalam kategori slighly overfat.
Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,0 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal.
e.    Jurniati (Subjek V)
·      IMT   =  BB (kg)
   (TB)2 (m)
=  52,6
  (1,572)2
=  52,6
    2,47
= 21,3
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (wanita)   =  (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
                     =  (1,91 x 55,0) – (0,17 x 20) + 75,0
                     =  105,5 – 3,4 + 75,0
                     =  177,1
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT   =  55,0
            (1,771)2
         =  55,0
             3,14
         =  17,5
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Jurni = 21,3. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek I termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,5 sehingga subjek termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat ringan.
·      WHR  =   LPi
   LPa
=   68,1
     90,0
=   0,76
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Jurni = 0,76. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek V termasuk dalam kategori risiko moderate.
·      % BF  =  [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db  = 1,0897 – 0,00133 (Σ triceps + subscapular)
       = 1.0897 – 0,00133 (21 + 23)
       = 1,0897 – 0,00133 (44)
       = 1,0897 – 0,0585
       = 1,0312
% BF  =  [(4,76 / 1,0312) – 4,28] x 100
          =  [4,62 – 4,28] x 100
          =  34 %
Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 34 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek V termasuk dalam kategori obesitas.
Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 26,0 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal.
f.     Ilham (Subjek VI)
·      IMT   =  BB (kg)
   (TB)2 (m)
=  56,9
  (1,619)2
=  56,9
    2,62
=  21,7
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (Laki-laki)        =  (2,08 x TL) + 59,01
                     =  (2,08 x 51,5) + 59,01
                     =  107,1 + 59,01
                     =  166,1
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT   =  56,9
            (1,661)2
         =  56,9
             2,76
         =  20,6
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Ilham = 21,7. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek VI termasuk dalam kategori Normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 20,6 sehingga subjek termasuk dalam kategori Normal
·      WHR  =   LPi
   LPa
=   64,5
     87,5
=   0,73
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Ilham = 0,73. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek VI termasuk dalam kategori risiko low.
·      % BF  =  [(4,97/Db) – 4,52] x 100
Db  = 1,0913 – 0,00116 (Σ tricep + subscapula)
       = 1.0913 – 0,00116 (6 + 9)
       = 1,0913 – 0,00116 (15)
       = 1,0913 – 0,0174
       = 1,0739
% BF  =  [(4,97 / 1,0739) – 4,52] x 100
          =  [4,63 – 4,52] x 100
          =  11 %
Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 11 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek VI termasuk dalam kategori optimal.
Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 25,1 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal.

F.    KESIMPULAN
Berdasarkan pengukuran IMT, diperoleh hasil yaitu 5 orang responden termasuk dalam kategori normal, dengan nilai IMT 20,4; 20,6; 20,6; 21,3; dan 21,7; serta 1 orang reponden termasuk dalam kategori kurus (kekurangan BB tingkat ringan) dengan IMT 17,3. Sedangkan hasil pengukuran IMT berdasarkan tinggi lutut diperoleh hasil 3 responden termasuk dalam kategori normal, dengan nilai IMT 17,9; 19,1; dan 20,6; 2 orang responden termasuk dalam kategori BB tingkat ringan (IMT 17,4 dan 17,5) serta 1 orang termasuk dalam kategori BB tingkat berat (IMT 14,8). Dari pengukuran ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran IMT berdasarkan tinggi lutut memiliki hasil yang jauh berbeda dibandingkan dengan pengukuran tinggi badan secara langsung (menggunakan microtoice).
Berdasarkan pengukuran WHR, diperoleh hasil 4 orang responden termasuk dalam kategori low (nilai WHR 0,70; 0,68; 0,70; dan 0,73). Sedangkan 2 orang responden lainnya termasuk dalam kategori Moderate (       WHR 0,74 dan 0,76).
Berdasarkan pengukuran % BF, diperoleh hasil yaitu 2 orang responden tremasuk dalam kategori optimal (19 % dan 11 %), 1 orang responden termasuk dalam kategori fat (31%), 1 orang responden ternasuk dalam kategori Slighly overfat (24%), serta 2 orang responden termasuk dalam kategori obesitas (34% dan 36%).
Sedangkan berdasarkan pengukuran LILA diperoleh hasil yaitu 5 orang responden termasuk dalam kategori normal dan 1 orang responden termasuk dalam kategori KEK (Kurang Energi Kronik).

 

Aulicious Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei