A.
TUJUAN
1. Untuk
menentukan status gizi perseorangan dengan menetukan Indeks Massa Tubuh (IMT),
Waist to Hip Ratio (WHR), Lingkar Lengan Atas (LILA), dan Tebal Lipatan Kulit
(TLK).
B.
DASAR
TEORI
Pengertian
antropometri dari sudut pandang gizi telah banyak diungkapkan oleh para ahli,
salah satunya adalah Jelliffe (1996) mengungkapkan bahwa:
“Nutritional anthtropometry is measurement of
the variations of the physical dimensions and the gross composition of the
human body at different age levels and degree of nutrition”.
Dari
definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa antropometri gizi adalah berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum digunakan
untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan
protein dan energi. Gangguan biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Berbagai jenis ukuran tubuh dalam antropometri antara lain berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar pinggang, lingkar panggul, lingkar lengan
atas dan tebbal lemak di bawah kulit.
Adapun
syarat-syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah:
1. Alatnya
mudah didapat dan digunakan.
2. Pengukuran
dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.
3. Pengukuran
bukan hanya dilakukan oleh tenaga khusus profesional, tetapi juga oleh tenaga
lain setelah dilatih untuk itu.
4. Biaya
relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan
lainnya.
5. Hasilnya
mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut off points) dan baku rujukan yang sudah pasti.
6. Secara
ilimiah diakui kebenarannya. Hmpir semua negara menggunakan antropometri
sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat, khususnya penapisan (screening) status gizi. Hal ini
dikarenakan antropometri diakui kebenarannya secara ilmiah.
Dengan
memperhatikan faktor-faktor diatas, maka di bawah ini merupakan keunggulan
antropometri gizi, yaitu:
1. Prosedurnya
sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.
2. Relatif
tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah
dilatih dalam waktu singkat.
3. Alatnya
murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat.
4. Metode
ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.
5. Dapat
mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
6. Umumnya
dapat mengidentifikaasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk karena sudah
ada ambang batas yang jelas.
7. Metode
antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu,
atau dari satu generasi ke generasi berikutnya.
8. Metode
antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap
gizi.
Namun
disamping keunggulan tersebut, penentuan status gizi secara antropometri juga
memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
1. Tidak
sensitif. Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Di
samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti Zinc
dan Fe (zat besi).
2. Faktor
di luar gizi (penyakit, geneik, dan penurunan penggunaan energi) dapat
menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
3. Kesalahan
yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan
validitas pengukuran antropometri gizi.
Antropometri
sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
a. Umur
Faktor umur
sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan
menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi
badan dan berat badan yang akurat, akan menjadi tidak berarti bila tidak
disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Menurut
Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur
penuh (Completed Year) dan untuk anak
umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed
Month).
b. Berat
Badan
Berat badan
merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada
bayi baru lahir (neonatus). Berat
badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila
berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa
bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik
maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperi dehidrasi, asites,
edema, dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badann dapat dipergunakan
sebagai dasar perhitungan obat dan makanan.
Berat badan
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada
remaja, lemak tubuh cenderung meningkat dan protein otot menurun.
Pada orang
yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Sedangkan adanya
tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang
kekurangan gizi.
c. Tinggi
Badan
Tinggi
badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan
sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di samping itu, tinggi badan
merupakan ukuran kedua yang penting karena dengan menghubungkan berat badan
terhadap tinggi badan (Quac stick),
faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Microtoice yang mempunyai
ketelitian 0,1 cm.
d. Lingkar
Lengan Atas
Lingkar
lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan untuk penentuan
status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit
diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk
indeks status gizi, antara lain:
·
Baku lingkar lengan atas yang
dugunakan sekarang belum mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di
Indonesia. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan
perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup berarti antar penggunaan LILA di satu
pihak dengan berat bedan menurut umur atau berat menurut tinggi badan maupun
indeks-indeks lain di pihak lain.
·
Kesalahan pengukuran pada LILA
(pada berbagai tingkat keterampilan pengukur)relatif lebih besar dibandingkan
dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih
sempit pada LILA daripada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar
jauh lebih berarti pada LILA dibandingkan dengan tinggi badan.
·
Lingkar lengan atas sensitif untuk
suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif pada golongan lain
terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan.
Alat ukur
yang digunakan merupakan suatu pita pengukur yang terbuat dari fiberglass atau jenis kertas tertentu
berlapis plastik.
e. Lingkar
Pinggang dan Pinggul
Pengukuran
lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan
posisi pengukuran harus tepat. Perbedaan posisi penguuran akan memberikan hasil
yang berbeda. Seidell, dkk (1987) memberikan petunjuk bahwa rasio lingkar
pinggang dan pinggul untuk perempuan adalah 0,77 dan 0,90 untuk laki-laki.
f. Lingkar
Kepala
Lingkar
kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang
biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan
ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar (hidrosefalus) dan kepala kecil (mikrosefalus).
Lingkar
kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran
otak meningkat secara cepat pada tahun pertama, akan tetapi besar lingkaran
kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran
otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan
keadaan gizi.
Dallam
antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dalam
menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai informasi
tambahan dalam pengukuran umur.
g. Lingkar
Dada
Pengukuran
lingkar dada biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2-3 tahun, karena rasio
lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini,
tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur
antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan lingkar dada adalah kurang
dari 1. Hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan atau
kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indikator
dalam menentukan KEP pada anak balita.
h. Tebal
Lemak di Bawah Kulit
Pengukuran
lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit(skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya
padambagian lengan atas (biceps dan triceps), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), paha (suuprailiaca),
tempurung lutut (suprapatellar), dan
pertengahan tungkai bawah (medial calf).
C.
ALAT
YANG DIGUNAKAN
1. Timbangan
Seca (mengukur berat badan)
2. Microtoice
(mengukur tinggi badan)
3. Alat
ukur tinggi lutut
4. Pita
LILA
5. Pita
Lingkar Pinggang
6. Skinfold
Caliper
D.
PROSEDUR
PENGUKURAN
a.
Berat
Badan
1. Subjek
mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal) serta tidak
mengenakan alas kaki.
2. Pastikan
timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0.
3. Subjek
berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada kedua kaki dan
posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan. Usahakan tetap tenang.
4. Bacalah
berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat.
b.
Tinggi
Badan
1. Subjek
tidak mengenakan alas kaki, lalu posisikan subjek tepat di bawah Microtoice.
2. Kaki
rapat, lutut lurus, sedangkan tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding
vertikal.
3. Subjek
dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu menyentuh dinding vertikal.
Tangan dilepas ke samping badan dengan telapak tangan menghadap paha.
4. Mintalah
subjek untuk menarik napas panjang dan berdiri tegak tanpa mengangkat tumit
untuk membantu menegakkan tulang belakang. Usahakan bahu tetap santai.
5. Tarik
Microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara horisontal. Pengukuran
tinggi badan diambil pada saat menarik napas maksimum, dengan mata pengukur
sejajar dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan.
6. Catat
tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.
c.
Tinggi
Lutut
1. Objek
duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk sudut 90o
proximal hingga patella. Gunakan mistar siku-siku untuk menentukan sudut yang
dibentuk.
2. Letakkan
alat ukur dengan dasar (titik 0) pada titik tengah lutut dan tarik hingga
telapak kaki.
3. Baca
alat ukur hingga 0,1 cm terdekat.
d.
LILA
1. Subjek
diminta untuk berdiri tegak.
2. Tanyakan
kepada subjek lengan mana yang aktif digunakan. Jika yang aktif digunakan
adalah lengan kanan, maka yang diukur adalah lengan kiri, begitupun sebaliknya.
3. Mintalah
subjek untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan yang tidak aktif
digunakan.
4. Untuk
menentukan titik mid point lengan
ditekuk hingga membentuk sudut 90o, dengan telapak tangan menghadap
ke atas. Pengukur berdiri di belakang subjek dan menentukan titik tengah antara
tulang atas pada bahu dan siku.
5. Tandailah
titik tersebut dengan pulpen.
6. Tangan
kemudian tergantung lepas dan siku lurus di samping badan serta telapak tangan
menghadap ke bawah.
7. Ukurlah
lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA menempel pada kulit.
Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan
pita.
8. Catat
hasil pengukuran pada skala 0,1 cm terdekat
e.
Lingkar
Pinggang
1. Subjek
menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat
diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas
pakaian yag digunakan.
2. Subjek
berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang rileks.
3. Letakkan
alat ukur melingkari pinggang secara horisontal, dimana merupakan bagian
terkecil dari tubuh. Bagi subjek yang gemuk, dimana sukar menentukan bagian
paling kecil, maka daerah yang diukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan
iliaca. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat.
4. Lakukan
pengukuran di akhir ekspresi yang normal dengan alat ukur tidak menekan kulit.
5. Bacalah
hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat.
f.
Lingkar
Panggul
1. Subjek
mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan.
2. Subjek
berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada sisi tubuh dan kaki rapat.
3. Pengukur
jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari panggul terlihat.
4. Lingkarkan
alat pengukur secara horisontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu
diperlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada sisi lainnya.
5. Bacalah
dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm tterdekat.
g.
Tebal
Lipatan Kulit (Triceps dan Subscapular)
1. Pegang
Skinfold Caliper dengan tangan kanan.
2. Untuk
triceps, pengukuran dilakukan pada titik mid point sedangkan untuk subscapular,
pengukur meraba scapula dan meencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas
vertebrata sampai menentukan sudut bawah scapula.
3. Angkat
lipatan kulit pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus arah kulit pada
pengukuran triceps (ibu jari dan jari
telunjuk menghadap ke bawah) atau ke arah diagonal untuk pengukuran subscapular.
4. Jepit
lipatan kulit tersebut dengan Caliper dan baca hasil pengukurannya dalam 4
detik penekanan kulit oleh Caliper dilepas.
E.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pengukuran
antropometri yang dilakukan pada praktikum ini antara lain pengukuran berat
badan dan tinggi badan untuk menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT), pengukuran
lingkar pinggang dan panggul untuk menentukan WHR, tebal lemak di bawah kulit
pada triceps dan subscapular untuk menentukan % lemak tubuh (%BF), pengukuran
LILA, serta pengukuran tinggi lutut. Hasil yang diperoleh dari semua pengukuran
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No
|
Nama
|
BB (cm )
|
TB (cm)
|
LPi (cm)
|
LPa (cm)
|
Triceps
|
Sub-scapular
|
LILA (cm)
|
Tinggi Lutut (cm)
|
1.
|
Anna
|
44,7
|
148,1
|
60,3
|
86,1
|
25
|
15
|
24,1
|
46,5
|
2.
|
Asbianri
|
39,3
|
150,5
|
59,0
|
83,9
|
10
|
9
|
20,6
|
48,0
|
3.
|
Haryati
|
46,8
|
150,6
|
66,7
|
90,2
|
29
|
15
|
24,3
|
47,3
|
4.
|
Husnul
|
51,2
|
157,9
|
63,0
|
92,0
|
17
|
11
|
24,0
|
48,2
|
5.
|
Jurniati
|
52,6
|
157,2
|
68,0
|
90,0
|
21
|
23
|
26,0
|
55,0
|
6.
|
Ilham
|
56,9
|
161,9
|
64,5
|
87,5
|
6
|
9
|
25,1
|
51,5
|
Penentuan
status gizi kemudian dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran di atas
dalam perhitungan rumus untuk IMT, WHR, dan % BF. Hasil perhitungan untuk
masing-masing subjek dijabarkan sebagai berikut:
a. Anna
(Subjek I)
·
IMT = BB (kg)
(TB)2 (m)
=
44,7
(1,481)2
=
44,7
2,19
= 20,4
Untuk IMT
yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (wanita) = (1,91
x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
= (1,91 x
46,5) – (0,17 x 20) + 75,0
= 88,8 –
3,4 + 75,0
= 160,4
Jadi,
IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 44,7
(1,6)2
= 44,7
2,57
=
17,4
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Anna = 20,4. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek I termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan
tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,4 sehingga subjek termasuk dalam kategori
kekurangan berat badan tingkat ringan.
·
WHR = LPi
LPa
=
60,3
86,1
=
0,70
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Anna = 0,70. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek I termasuk dalam kategori risiko low.
·
% BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
= 1.0897 – 0,00133 (25 + 15)
= 1,0897 – 0,00133 (40)
= 1,0897 – 0,0532
= 1,0365
%
BF =
[(4,76 / 1,0365) – 4,28] x 100
=
[4,59 – 4,28] x 100
=
31 %
Dari
perhitungan diatas diperoleh % BF = 31 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka
subjek I termasuk dalam kategori fat.
Sedangkan
untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,1 yang berarti subjek termasuk dalam
kategori normal.
b. Asbianri
(Subjek II)
·
IMT = BB (kg)
(TB)2 (m)
=
39,3
(1,505)2
=
39,3
2,27
= 17,3
Untuk IMT
yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB
(wanita) = (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
= (1,91 x 48,0) – (0,17 x 22) + 75,0
= 91,68 – 3,74 + 75,0
= 162,94
Jadi,
IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 39,3
(1,629)2
= 39,3
2,65
=
14,8
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Asbianri = 17,3. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek II termasuk dalam kategori kekurangan berat badan
tingkat ringan. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 14,8
sehingga subjek termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat berat.
·
WHR = LPi
LPa
=
59
83,9
=
0,70
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Asbianri = 0,70. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek II termasuk dalam kategori risiko low.
·
% BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
= 1.0897 – 0,00133 (10 + 9)
= 1,0897 – 0,00133 (19)
= 1,0897 – 0,0252
= 1,0645
%
BF =
[(4,76 / 1,0645) – 4,28] x 100
=
[4,47 – 4,28] x 100
=
19 %
Dari
perhitungan diatas diperoleh % BF = 19 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka
subjek II termasuk dalam kategori optimal.
Sedangkan
untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 20,6 yang berarti subjek termasuk dalam
kategori KEK (Kurang Energi Kronik).
c. Haryati
(Subjek III)
·
IMT = BB (kg)
(TB)2 (m)
=
46,8
(1,506)2
=
46,8
2,27
= 20,6
Untuk IMT
yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB
(wanita) = (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
= (1,91 x 47,3) – (0,17 x 21) + 75,0
= 90,34 – 3,57 + 75,0
= 161,7
Jadi,
IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 46,8
(1,617)2
= 46,8
2,62
=
17,9
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Haryati = 20,6. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek III termasuk dalam kategori normal. Sedangkan
berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,9 sehingga subjek juga
termasuk dalam kategori normal.
·
WHR = LPi
LPa
=
66,7
90,2
=
0,74
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Haryati = 0,74. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek III termasuk dalam kategori risiko moderate.
·
% BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
= 1.0897 – 0,00133 (29 + 15)
= 1,0897 – 0,00133 (44)
= 1,0897 – 0,0582
= 1,0315
%
BF =
[(4,76 / 1,0315) – 4,28] x 100
=
[4,64 – 4,28] x 100
=
36 %
Dari
perhitungan diatas diperoleh % BF = 36 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka
subjek III termasuk dalam kategori obesitas.
Sedangkan
untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,3 yang berarti subjek termasuk dalam
kategori normal.
d. Husnul
Hidayah (Subjek IV)
·
IMT = BB (kg)
(TB)2 (m)
=
51,2
(1,579)2
=
51,2
2,49
= 20,6
Untuk IMT
yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB
(wanita) = (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
= (1,91 x 48,2) – (0,17 x 20) + 75,0
= 92,06 – 3,4 + 75,0
= 163,7
Jadi,
IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 51,2
(1,637)2
= 51,2
2,68
=
19,1
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Husnul = 20,6. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek IV termasuk dalam kategori normal. Sedangkan
berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 19,1 sehingga subjek juga termasuk
dalam kategori normal.
·
WHR = LPi
LPa
=
63,0
92,0
=
0,68
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Husnul = 0,68. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek IV termasuk dalam kategori risiko low.
·
% BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
= 1.0897 – 0,00133 (17 + 11)
= 1,0897 – 0,00133 (28)
= 1,0897 – 0,0372
= 1,0525
%
BF =
[(4,76 / 1,0525) – 4,28] x 100
=
[4,52 – 4,28] x 100
=
24 %
Dari
perhitungan diatas diperoleh % BF = 24 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka
subjek IV termasuk dalam kategori slighly overfat.
Sedangkan
untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,0 yang berarti subjek termasuk dalam
kategori normal.
e. Jurniati
(Subjek V)
·
IMT = BB (kg)
(TB)2 (m)
=
52,6
(1,572)2
=
52,6
2,47
= 21,3
Untuk IMT
yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB
(wanita) = (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
= (1,91 x 55,0) – (0,17 x 20) + 75,0
= 105,5 – 3,4 + 75,0
= 177,1
Jadi,
IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 55,0
(1,771)2
= 55,0
3,14
=
17,5
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Jurni = 21,3. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek I termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan
tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,5 sehingga subjek termasuk dalam kategori
kekurangan berat badan tingkat ringan.
·
WHR = LPi
LPa
=
68,1
90,0
=
0,76
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Jurni = 0,76. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek V termasuk dalam kategori risiko moderate.
·
% BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db = 1,0897 – 0,00133 (Σ triceps + subscapular)
= 1.0897 – 0,00133 (21 + 23)
= 1,0897 – 0,00133 (44)
= 1,0897 – 0,0585
= 1,0312
%
BF =
[(4,76 / 1,0312) – 4,28] x 100
=
[4,62 – 4,28] x 100
=
34 %
Dari
perhitungan diatas diperoleh % BF = 34 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka
subjek V termasuk dalam kategori obesitas.
Sedangkan
untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 26,0 yang berarti subjek termasuk dalam
kategori normal.
f. Ilham
(Subjek VI)
·
IMT = BB (kg)
(TB)2 (m)
=
56,9
(1,619)2
= 56,9
2,62
= 21,7
Untuk IMT
yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB
(Laki-laki) = (2,08 x TL) + 59,01
= (2,08 x 51,5) + 59,01
= 107,1 + 59,01
= 166,1
Jadi,
IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 56,9
(1,661)2
= 56,9
2,76
=
20,6
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Ilham = 21,7. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek VI termasuk dalam kategori Normal. Sedangkan
berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 20,6 sehingga subjek termasuk
dalam kategori Normal
·
WHR = LPi
LPa
=
64,5
87,5
=
0,73
Dari
perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Ilham = 0,73. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek VI termasuk dalam kategori risiko low.
·
% BF = [(4,97/Db) – 4,52] x 100
Db = 1,0913 – 0,00116 (Σ tricep + subscapula)
= 1.0913 – 0,00116 (6 + 9)
= 1,0913 – 0,00116 (15)
= 1,0913 – 0,0174
= 1,0739
%
BF =
[(4,97 / 1,0739) – 4,52] x 100
=
[4,63 – 4,52] x 100
=
11 %
Dari
perhitungan diatas diperoleh % BF = 11 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka
subjek VI termasuk dalam kategori optimal.
Sedangkan
untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 25,1 yang berarti subjek termasuk dalam
kategori normal.
F.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pengukuran IMT, diperoleh hasil yaitu 5 orang responden termasuk dalam kategori
normal, dengan nilai IMT 20,4; 20,6; 20,6; 21,3; dan 21,7; serta 1 orang
reponden termasuk dalam kategori kurus (kekurangan BB tingkat ringan) dengan
IMT 17,3. Sedangkan hasil pengukuran IMT berdasarkan tinggi lutut diperoleh
hasil 3 responden termasuk dalam kategori normal, dengan nilai IMT 17,9; 19,1;
dan 20,6; 2 orang responden termasuk dalam kategori BB tingkat ringan (IMT 17,4
dan 17,5) serta 1 orang termasuk dalam kategori BB tingkat berat (IMT 14,8).
Dari pengukuran ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran IMT berdasarkan
tinggi lutut memiliki hasil yang jauh berbeda dibandingkan dengan pengukuran
tinggi badan secara langsung (menggunakan microtoice).
Berdasarkan
pengukuran WHR, diperoleh hasil 4 orang responden termasuk dalam kategori low
(nilai WHR 0,70; 0,68; 0,70; dan 0,73). Sedangkan 2 orang responden lainnya
termasuk dalam kategori Moderate ( WHR
0,74 dan 0,76).
Berdasarkan
pengukuran % BF, diperoleh hasil yaitu 2 orang responden tremasuk dalam
kategori optimal (19 % dan 11 %), 1 orang responden termasuk dalam kategori fat
(31%), 1 orang responden ternasuk dalam kategori Slighly overfat (24%), serta 2
orang responden termasuk dalam kategori obesitas (34% dan 36%).
Sedangkan
berdasarkan pengukuran LILA diperoleh hasil yaitu 5 orang responden termasuk
dalam kategori normal dan 1 orang responden termasuk dalam kategori KEK (Kurang
Energi Kronik).